![]() |
"Insiden ini melibatkan kegagalan roket pendorong Falcon 9 saat mendarat di kapal nirawak di laut. Tidak ada cedera publik atau kerusakan properti publik yang dilaporkan. FAA meminta penyelidikan menyeluruh terkait insiden ini," ujar juru bicara FAA, mengutip laporan Reuters.
Pendaratan roket Falcon 9 jarang mengalami kegagalan, terutama mengingat reputasinya sebagai roket andalan yang diandalkan oleh banyak negara Barat untuk menempatkan satelit dan manusia di luar angkasa. Sebelumnya, Falcon 9 berhasil mendarat untuk pertama kalinya sejak 2016 pada bulan Juli, setelah mengalami kegagalan tahap kedua di luar angkasa yang menyebabkan sejumlah satelit Starlink gagal diluncurkan.
Meskipun tidak ada satelit atau manusia yang terancam selama penerbangan pada Rabu lalu, kegagalan pendaratan ini menandakan adanya masalah pada roket yang menurut FAA bisa menimbulkan risiko lebih besar pada misi-misi mendatang jika tidak diselidiki secara menyeluruh. Penundaan peluncuran ini juga berdampak pada misi SpaceX lainnya, termasuk Misi Polaris Dawn, yang sangat dinantikan. Misi tersebut rencananya akan membawa empat astronot pribadi dalam perjalanan luar angkasa pertama mereka.
"Setelah pendakian yang sukses, pendorong tahap pertama Falcon 9 terbalik setelah mendarat di pesawat nirawak A Shortfall of Gravitas," tulis SpaceX di akun media sosialnya, X, menjelaskan insiden tersebut. Penerbangan pada hari Rabu tersebut adalah penerbangan ke-23 untuk pendorong tunggal yang gagal mendarat itu.
FAA, yang bertanggung jawab untuk mengatur roket pribadi dan keselamatan lokasi peluncuran, menyatakan bahwa mereka telah meminta SpaceX untuk membuka penyelidikan yang akan diawasi langsung oleh FAA. "Kembalinya roket pendorong Falcon 9 ke penerbangan didasarkan pada keputusan FAA bahwa sistem, proses, atau prosedur apa pun yang terkait dengan anomali tersebut tidak memengaruhi keselamatan publik," kata FAA dalam pernyataannya.
Dengan insiden ini, peluncuran misi Starlink berikutnya dari lokasi peluncuran SpaceX di California Selatan juga dibatalkan. Belum jelas bagaimana penghentian peluncuran roket Falcon 9 ini akan memengaruhi misi NASA yang menggunakan roket tersebut untuk membawa astronot kembali ke bumi dari Stasiun Luar Angkasa Internasional.
SpaceX telah membangun armada pendorong Falcon yang dapat digunakan kembali dalam jumlah besar sejak peluncuran pertama roket tersebut pada 2010. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk melampaui pesaingnya dalam frekuensi peluncuran, tetapi insiden kegagalan pendaratan ini menunjukkan bahwa tantangan besar masih ada dalam setiap misi luar angkasa yang dilakukan.